Hujan Januari
Berlayarlah berlayar perahu kertas
Mainan masa kanak, waktu belum mentas
Menjemput langit berwajah laut saat
Matahari hampir merah, bersama afwah
Hujan menusuk kenangan di hulu jantung
Mencabik doa-doa yang bersetia pada bumi
Merendah, pada jalan berwajah sungai
Perahu kertas, berlayarlah berlayar
Ke sawah tenggelam, berenang nikmati bencana
Ibu-ibu menangis di layar sempit, waktu terhimpit
Bencana menandai tubuh negeri, bukan mengayun angan
Lewat kumandang barzanji dan romantisme musim dingin
Doa-doa dan kecemasam menghitam
Di lumbung langit, membawa bekal hari-hari depan
Terimalah mawar melati, sesajen jagad mayapada
Saat tembang kinasih menyayup lewat tarian gemulai
angin di bilik telingaku, dan daun daun musim yang berbisik
;matahari
basah, awan melaju waktu ke waktu
Januari 2014
Atas Nama Kebenaran
Kita tak pernah bisa menang atas
kemarahan pada
mereka yang menutup pintu kejujuran
orang-orang tertindas di bawah kaki
tirani
Terpinggirkan.
Kau tahu dengan apa orang-orang membela
kebenaran?
Dengan suara parau, doa air mata dan
cabik luka
menganga di popor senjata
Kau tahu dengan apa orang orang bisa
mengubur dendam?
Dengan jarak waktu sepanjang pundakmu
tak dapat disentuh
beban kenangan yang berkejaran.
Ataukah senja diam-diam mengajak kita
bersembunyi
Di balik punggung sejarah yang kita
tulis dalam sunyi
Dan kebenaran mengabdi pada kepala
tanpa mahkota
2014
Laut Air
Mata
Yang
aku tahu, udara berlubang
kematian
sembunyi di balik karang
di
bawah bulan keperakan pohon
trembesi
pucat pasi, bau mayat di televisi,
berita basi
bermalam-malam
kudengar burung gagak
meniti
jarak hingga jarum waktu membidik
sunyi,
segala sia sia. Jantung beku
kemanusiaan
mati suri, seperti
menulis
di pelepah busuk segala
mengutuk,
terantuk pada imaji
negeri
satu warna
Oh,
kau yang mampir di rumah ibadah,
yang
menjual ayat-ayat kesucian!
Tulislah
di kening tentang kematianmu
sendiri.
Larungkan pada laut air mata
dan
kita berlayar di atas duka manusia
atas
nama dogma dan tuhan tuhan kecilmu
2014
Kultus Doa
Di
sini kita masih menghitung jarak, bersama air mata,
hara
bagi bumi yang hampir kering dan puisi hening
dari
talun. Sedang kesunyian mengalun di tengah ombak purnama
Mekarlah kau
puisi yang tak terlihat, menarilah
Sementara
kata-kata berbuah dari pokok zaitun
Berkalung
rantai bulan yang meninabobokkan jiwa
dalam
rahasia langit, sejarak tatapan bintang dari
kaki
samudera, putih menyala-nyala
Cahayamu
kultus doa bagi jiwa patah
Bumi
kini semakin mengecil, kita seperti ikan-ikan
dan
kematian adalah hitungan yang terabaikan.
Oh bunga
kudus, kembang kata, ombak purnama!
Robeklah
jarak lempang hipokrasi elastis, tempat teori-teori
diperdagangkan,
tempat kursi-kursi dipermalukan
topengtopeng
kertas terpasang di pohon bendera
bukankah ini bumi manusia?
2014
Sajak untuk
Anak Negeri
Biar
kususun warna bunga untukmu
dan
lampu kota yang seperti mata nasib
menatap
jalan dan taman-taman lapar
kunisbatkan
warna bulan pada kelahiran
anak-anak
tak bertuan
Mari
kubisikkan ayat –ayat kesunyian
untuk
matamu, tajam doa dan kepiluan
Sedang
jemarimu terkepal meninju udara
Para
dewa masih dimabuk aksara dan asmara
Kita
lupa pesta jalanan dan ornamen bendera
Sedang
ketakutan telah lama meninggalkan lapar
Kegaduhan
musim ini telah menunjuk keningmu
Dan
negeri ini sekedar tempat menghitung angka
2014
Sajak Sepasang Kekasih di Gerbang Kota
Bila
engkau menungguku di gerbang kota, kekasih
Aku
akan datang bersama kilau hujan di rambutku
Menghitung
detak waktu yang beku dalam ingatan
Kematian
untuk tanah air, merdeka di genggaman
Bila
engkau menungguku di gerbang kota, kekasih
Akan
kubawa kenangan sekental sumpah suci
di
tubuhku, berlama-lama aku menanti janji
tapi
kejujuran pudar pelan pelan, kita cuma diam
Kini
aku menunggumu di gerbang kota, kekasih
Manusia
makin bergeser dari kiblat, negeri kita
serupa
kolase retak, kita tetap selingkuhi bayang
menua
bersama negeri yang kian berdarah
Sumpah
berseliweran di udara
menggema
di lorong langit, anyir dusta
;aku
menunggu di gerbang kota, kekasih
2014
Dimuat di Media Indonesia 25 Januari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar