Cinta Seribu Musim
Ada yang
lebih puitis selain purnama semalam
Hujan yang
manis, kabarkan tentang degup api
Di dada
putih, angin berhembus tertatih-tatih
Ini cinta
tanpa dimensi, tanpa perjalanan emosi
menanti kata
tanpa tanda, tanpa rayuan
Mekarlah mekar
mawar di temaram kamar
Kucandu
merindu-rindu hangat kujelma bidadari
di jantung
bulan kabisat, kau nyala sendiri
Kini,
dapatkah ciumku sampai di kotamu
Sedang aku
lungkrah di kaki senja
saat hujan
yang puitis semanis cinta
beribu musim
Maret 2014
Dada Ibu
Di wajah
bumi, kulihat engkau bersolek
Dengan
keriangan anak-anak dan rengek
kasmaran.
Udara mengaburkan kenangan
Saat kau
cari ari ari yang terkubur di samping
rumah masa
kecilmu
engkaulah yang elok memainkan dadaku
meski kilap
uban menari di mataku dan matamu
anak-anak
kehidupan. buah musim tanpa
romansa dan
kata-kata cinta
padamu
kulihat tanda perjalanan usia
menanak
kisah-kisah absurd kehidupan
di tubuhmu
mengalir getah sumsumku,
segala yang
tak berbilang dari kesucian
ini dadaku, nak!
meski nyeri
tak terperi, aku tegak bagimu!
2014
Dendang Malam
Pada jelang
malam, saat bulan menepi
Kunangkunang
mencari sepasang mata
Yang tajam
melesat panah di jantungku
;percik cemburu meminta kecup
Kita
sepasang merpati dimabuk rindu
Saling memburu
bertabuh pilu, enggan
menulis kata
di malam embun, sendu
memikul
jarak dan waktu di tubuh kesucian
; duka berpaling dari takdir ke
hilir
Kita bukan
malaikat dengan sayap wahyu
Yang
mendekat dan melebur cahaya surga
Sedang
semilir angin menyihir lewat nyanyian
Pada telinga
pecinta
;kita berteman getir hingga
percintaan berakhir
2015
Ilusi
Aku mendekap jalanan malam, membunuh angan
Menerjang lampu lampu asing, keriangan palsu di sudut ruang
Sedang kesunyian tekun mengiringi langkahku
Seperti tahun tahun silam penantian
Kulihat kata-kata beterbangan di udara
Musik berbunyi sayup, hatiku kian kuncup
menanti kecup bayangmu redup
Ah! Rinduku retak di meja kafe
Aku mendekap jalanan malam, membunuh angan
Menerjang lampu lampu asing, keriangan palsu di sudut ruang
Sedang kesunyian tekun mengiringi langkahku
Seperti tahun tahun silam penantian
Kulihat kata-kata beterbangan di udara
Musik berbunyi sayup, hatiku kian kuncup
menanti kecup bayangmu redup
Ah! Rinduku retak di meja kafe
segelas anggur dan croissant
Kutelan pelan pelan bersama
angan yang berjatuhan
dari mataku
2014
Kutelan pelan pelan bersama
angan yang berjatuhan
dari mataku
2014
Maut
Doa doa
menggiring bayangbayang abadi
Udara
berkabung, kabut berwarna mendung
Aku
tersungkur menatap mega hablur
di mataku.
Kita
senantiasa berlari dari kitab ke kitab
Sesekali
bersembunyi dari kebenaran
Meski daun
berderaian, ombak berkejaran,
Gunung
berletupan kita habis sia sia
Apa yang
tersisa dari selaksa pedih
Selain
bangkai dalam tanah
Dimuat di Suara Karya 14 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar