Puisi Ini
Ini pisau adalah puisimu
Saat kunang kunang gemerlap
Atas kematian cintamu
Dan sebatang lilin menambah riuh
Cahaya, dari keikhlasan tak terperi
Sore kau berkata cinta,
Malam kau berlaku jalang, menyalak
Pada anjing yang kau sebut “cintaku”
Berulang-ulang, hingga beku darah
Menggenang di sayatan pedih
Ada yang harus jelma batu, untukmu
Agustus 2011
Sumur Keabadian
Ada sumur yang begitu dalam dan gelap
Di situ kebahagiaan dan kepedihan menyatu
Tak ada yang ingin kulepas atau kuikat
Siksa dan kelembutan adalah dua warna menyatu
Aku tahu sangat, di jiwa apimu juga ada cinta
Sebagai lelaki yang tak takut segala, aku
abadi dalam benakmu, perut bumi yang nyeri,
yang kau sebut Ibu
simaklah seluruh kisah duka perempuan
Untuk kau tulis dalam pelepah rapuh daun-daun kering
Aku terbuka!
selalu ada harapan akan keteduhan
bukan pada sihir matamu, berlumut kabut
Tapi pada cincin bulan saat bayangmu menjelma
Menjadi Dewa Api membakarku, musnah
Juni 2011
Cerita Itu
Menulislah tentang cinta
Yang kau penjara di bilik kacamu
Untuk kau pandangi sebagai
Benda yang bisa kau genggam
Lalu kau lempar sesukamu
Atau kau jadikan tokoh dalam cerita
Yang kau kirim lewat sepoi angin
Pada burung riuh
mencicit
Mematuk dan menelannya tanpa cerna
Aku tenggelam di pusaran lambung
Sebagai cerita itu
Juli 2011
Trah
Jalan yang terlewati adalah rentang masa
Dari wangi kanak-kanak menuju wangi dewasa
Asap dupa dari cungkup Asta Tinggi,
Adalah nyawa feodal
yang kau pertahankan, di lubuk biang
Bumi berputar, zaman berarak, merekah lalu kuncup
Sibuk mengatur bencana dan perang
Atas nama bangsa yang bahkan untuk hidup pun
Harus sepenuh ketakutan
Kebenaran seakan ditelan kerut zaman,
Bukan lagi manusia berukur kasta,
Tapi isi jiwa lebih bertahan
Siapa yang mesti melawan apa
yang kau sebut trah?
Kemilau harta dan kasta akan hancur
Sedang ruh suci akan abadi
Di tegak masa.
Agustus 2011
Melati Senja
Pada rona merah melati terang tanah
Aku menggali ingatan sensual
Saat perawan digunting ajal
Persetubuhan kabut perjanjian palsu
Hidup dan maut di lipatan masa
Perjamuan telah ditutup
Orang orang mewirid doa sumbang
Tentang perawan dipinang bujang
Dari negeri dongeng, jalan berkerikil
meluas di ceruk getir.
Suruh siapa angin bertandang diam-diam di beranda senja
Mengambil sekantung beban tanpa syarat
merangkul penat dalam perubahan musim
Patah hati berulang dan ketiadaan tiang kekar bersandar
Kala rapuh bahu
Tanah merah berkerak akar, menumbuhtunaskan segala cinta
Entah absurd atau bermusim teguh
Keabadian adalah kepastian
Sedang takdir adalah milik kita sendiri sendiri
(hatiku menengadah untuk bahagiamu, tuntas)
Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar